Kesehatan Mental Remaja : Depresi pada Remaja
Pendahuluan
Dalam perkembangan psikologi, remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh kesukaran dan persoalan. Fase ini berlangsung mulai usia 11-19 tahun pada wanita dan 12-20 tahun pada pria. Dikatakan sebagai fase yang penuh kesukaran dan persoalan karena dalam fase ini remaja sedang berada di dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia orang dewasa. Dimana mereka terkadang masih bertingkah laku seperti anak-anak namun tuntutan sosial mengharuskannya bertingkah laku seperti orang dewasa.
Sejalan dengan perkembangan sosialnya, mereka lebih konformitas pada kelompoknya dan mulai melepaskan diri dari ikatan dan ketergantungan kepada orangtuanya dan sering menunjukkan sikap menantang otoritas orangtuanya(ide pemberontakan - teori formal masa remaja oleh G. Stanley Hall (1904/1916) ).
Kesukaran dan persoalan yang terjadi pada fase remaja ini bukan hanya muncul pada diri remaja itu sendiri melainkan juga pada orangtua, guru, dan masyarakat. Sebagaimana yang sering kita lihat pertentangan antara remaja dengan orangtua, remaja dengan guru, dan remaja dengan kalangannya sendiri. Semua ini terjadi karena remaja masih berada di dua persimpangan tadi. Dapat dipastikan bahwa seseorang yang sedang dalam keadaan transisi atau peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain/baru seringkali mengalami gejolak dan goncangan yang terkadang dapat berakibat buruk bahkan fatal terhadap remaja itu sendiri maupun orang lain(Syah, 2001).
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa semua kesukaran dan persoalan yang muncul pada fase perkembangan remaja ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan jika orangtua, guru, dan masyarakat mampu memahami perkembangan jiwa, perkembangan kesehatan mental remaja, dan mampu meningkatkan kepercayaan diri remaja.
Menurut beberapa ahli psikologi, keluarga atau orangtua yang baik adalah orang tua yang mampu memperkenalkan kebutuhan remaja berikut tantangan-tantangannya untuk bisa bebas kemudian membantu dan mensupportnya secara maksimal dan memberikan kesempatan, menghormatinya dalam hal berpendapat, mengambil keputusan, ketertarikan, dan kepribadian anak(gaya pengasuhan otoritatif Baumrind).
Kesehatan Mental Remaja : Depresi pada Remaja
Beberapa Indikator dan Penyebab Masalah kesehatan Mental Remaja
Selain orang dewasa, remaja pun dapat mengalami kesehatan mental yang secara umum dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan, dan tingkah laku. Masalah inilah yang dapat menyebabkan seorang remaja mengalami kegagalan studi, melakukan perilaku yang menyimpang, melakukan kriminalitas, dan lain-lain. Kesehatan mental yang sering dialami oleh remaja diantaranya depresi, rasa takut, rasa cemas, hiperaktif, gangguan makan, gangguan tidur, dan lain-lain. Dan dalam hal ini saya membahas tentang Depresi pada Remaja.
Syamsu Yusuf dalam bukunya yang berjudul Mental Hygiene menjelaskan apa indikator dan penyebab masalah kesehatan mental, yaitu :
Indikator Masalah Kesehatan Remaja
Gangguan Perasaan
• Perasaan sedih dan tak berdaya
• Sering marah-marah atau bereaksi yang berlebihan terhadap sesuatu
• Perasaan tak berharga
• Perasaan takut, cemas atau khawatir yang berlebihan
• Kurang konsentrasi
• Merasa bahwa kehidupan ini sangat berat
• Perasaan pesimis menghadapi masa depan
Gangguan Perilaku
• Mengkonsumsi alkohol atau obat-obat terlarang
• Suka mengganggu hak-hak orang lain atau melanggar hukum
• Melakukan perbuatan yang dapat mengancam kehidupannya sendiri
• Secara kontiniu melakukan diet atau memiliki obsesi untuk memiliki tubuh yang langsing
• Menghindar dari persahabatan atau senang hidup sendiri
Penyebab Masalah Kesehatan Mental Remaja
1. Faktor biologis, seperti: genetika, ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh, menderita penyakit kronis, dan kerusakan system syaraf pusat.
2. Faktor psikologis, misalnya: frustasi, konflik, terlalu pesimis, kurang mendapat atau bahkan tidak mendapat kasih sayang, dan kurang mendapat pengakuan dari kelompok.
3. Faktor lingkungan, seperti: merebaknya film-film porno, film bertema kejahatan dan pornoaksi, mudahnya mendapatkan minuman keras, obat-obatan terlarang, mudahnya mendapatkan alat kontrasepsi yang tidak terkontrol, majalah porno, kehidupan hedonistik, materialistik, merebaknya premanisme, kurang kontrol sosial, salah berteman, dan sebagainya.
Sebagai pencegahannya mari kita mulai dari lingkungan terkecil terlebih dahulu yaitu keluarga untuk mampu menanamkan pemahaman moral, norma-norma budaya dan agama sebagai benteng dan pedoman dalam berperilaku serta mengontrol keadaan sosialnya tanpa harus mengekangnya.
Depresi pada Remaja
Apa itu Depresi?
Seorang remaja yang terlihat tidak gembira merupakan hal yang biasa. Namun, perlu diwaspadai bila perasaan tidak bahagia tersebut terus berlanjut sampai lebih dari dua pekan. Ada banyak alasan mengapa seorang remaja merasa tidak bahagia. Lingkungan yang penuh tekanan dapat memicu depresi. Dengan adanya depresi, dapat muncul perasaan merasa bersalah, menurunnya performa di sekolah, interaksi sosial, menyimpangnya orientasi seksual, maupun terganggunya kehidupan remaja di keluarganya.
Menurut American Psychiatric Association, depresi merupakan suatu gangguan mental yang spesifik yang ditandai dengan adanya perasaan sedih, putus asa, kehilangan semangat, merasa bersalah, lambat dalam berpikir, menurunnya motivasi untuk melakukan aktivitas, dan lain-lain. Mengapa depresi banyak dialami oleh remaja? Hal ini disebabkan karena remaja cenderung memperhatikan citra tubuhnya, rentan mengalami peristiwa yang penuh stress, mengalami tekanan dalam penyesuaian diri dalam berinteraksi dengan orang lain.
Hinton (1989) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan hormonal, perubahan tingkat dan pola hubungan sosial sehingga remaja cenderung mempersepsikan orangtua secara berbeda. Remaja yang mengalami depresi akan menjadi apatis dan menyalahkan dirinya sendiri sehingga merasa tidak butuh dengan pertolongan.
Gejala-gejala Depresi pada Remaja
Menurut DSM-IV-TR, ada beberapa gejala depresi pada remaja yang spesifik yang hampir mirip dengan gejala/indikator pada kesehatan mental remaja di atas, yaitu :
1. Kehilangan minat dan kegembiraan pada hampir semua aktivitas dan hampir terjadi setiap hari
2. Berat badan mengalami penurunan drastis, atau justru mengalami peningkatan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan
3. Mengalami insomnia (kesulitan tidur) atau hipersomnia (lebih banyak tidur) hampir setiap hari
4. Merasa dirinya tidak berharag atau merasa bersalah yang berlebihan
5. Kehilangan kemampuan untuk berpikir dan berkonsentrasi
6. Munculnya perasaan sedih hampir setiap hari
7. Munculnya pikiran-pikiran tentang kematian, atau usaha untuk bunuh diri
Penyebab Depresi pada Remaja
Depresi pada remaja disebabkan oleh kombinasi antara faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Faktor –faktor predisposisi adalah :
1. Genetik
Menurut Birmaher (1998) anak-anak yang memiliki orangtua depresi maka akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi pada usia remaja bila dibandingkan dengan anak-anak yang tidak memiliki orangtua depresi.
2. Pengalaman masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
Pengalaman ini didapat ketika anak mengalami perlakuan yang tidak adil dari orangtuanya, atau hidup dalam keluarga yang tidak harmonis yang dapat menyebabkan goncangan emosi yang memicu respon fisioligis dan psikologis yang mengakibatkan depresi.
Faktor-faktor presipitasi adalah peristiwa-peristiwa hidup yang penuh stres seperti sekolah, relasi dengan teman atau orangtua, pekerjaan, cinta, kematian orangtua, perselisihan dengan orangtua, kemarahan, mengalami kekerasan dalam keluarga, dan lain sebagainya.
Berikut adalah contoh kasus pada remaja yang depresi karena di bullying oleh temannya di sekolah.
“Suatu malam pasangan Bramono dan Tari terkejut melihat Riska (14) duduk di jendela kamar lantai 11 apartemen mereka dengan satu kaki menjuntai ke luar seperti posisi ancang-ancang hendak melompat.
Setelah peristiwa yang nyaris membawa bencana itu, mereka membawa Riska ke psikolog. Baru mereka tahu, Riska mengalami depresi karena sering diejek ”gendut” oleh teman-temannya di sekolah.
Kalau saja Bram dan Tari terlambat, bisa jadi Riska menyusul Linda (15), siswa kelas II SLTPN di Jakarta, yang gantung diri di kamar tidurnya, Juni 2006. Linda mengalami depresi karena diejek teman-temannya karena ia pernah tidak naik kelas.”
Dari sedikit contoh kasus di atas kita bisa melihat bahwa Riska mengalami tekanan kerena sering diejek oleh teman-temannya kemudian berlanjut menjadi depresi dan berujung ingin mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari apartemennya.
Apabila kita tinjau dari segi perkembangan kognitif Elkind, maka Riska sedang mengalami yang dinamakan pemikiran yang belum matang yang dikarakteristikkan dengan idealisme dan kekritisan. Dimana para remaja memimpikan dunia yang ideal, dan mereka menyadari betapa jauhnya mereka dengan dunia nyata. Riska bisa sampai depresi akan bentuk tubuhnya yang gendut karena ia sangat tidak nyaman dengan bentuk tubuhnya, ia berfikir bahwa bertubuh langsing adalah bentuk tubuh ideal yang dialami kebanyakan remaja termasuk teman-temannya. Sehingga Riska mempersepsikan penampilannya sendiri dengan negatif. Persepsi terhadap penampilan sendiri ini disebut dengan citra tubuh. Kohlberg dalam teori kognisi sosialnya mengatakan bahwa kematangan biologis dan pengalaman sosial seseorang dapat mempengaruhi cara berpikirnya. Jadi dalam kasus ini, Riska sebagai remaja belum mencapai kematangan kognisi, biologis maupun pengalaman sosial sehingga menyebabkan dia berpikiran bahwa mati lebih baik daripada ia harus menahan malu karena diejek oleh teman-temannya.
John W. Santrock menuliskan dalam bukunya Adolescence “pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek terpenting dalam kehidupan mereka”.
Pandangan Santrock tersebut tidak lepas dari pandangan kognisi sosial mengenai bagaimana remaja mengamati lingkungan sosialnya. Remaja mulai mengembangkan perbendaharaan figur. Bila sebelumnya orangtua adalah figur yang penting bagi remaja, sekarang teman sebaya tidak kalah penting bagi perkembangan remaja. Dalam hal ini Riska menganggap bahwa tubuh ideal adalah tubuh seperti yang dimiliki teman-temannya.
Menurut Erikson (1968) pada tahap perkembangan psikososial, tugas utama remaja adalah memecahkan krisis identitas vs kebingungan identitas untuk dapat menjadi orang dewasa unik dengan pemahaman akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat. Namun, hal ini tidak terjadi pada Riska, dimana ia tidak bisa menjalankan tugas perkembangan psikososialnya karena ia belum bisa memahami dan menerima dirinya secara utuh dan apa adanya.
Nah, bila tadi kita membahas perkembangan remaja dari segi korban (Riska), sekarang marilah kita analisis perilaku yang ditampilkan oleh teman Riska yaitu mengejek Riska “gendut”.
Merujuk teori perkembangan kognitif Jean Piaget, teman-teman Riska melakukan ejekan terhadap Riska karena pada saat remaja inilah mereka menggunakan kemampuan kognisi untuk memformulasikan bahasa olok-olok yang satire (ironis). Menurut Piaget perkembangan kognitif remaja juga membawa dampak pada penggunaan bahasa dalam kehidupan bersosialisasi mereka.
Dampak Depresi pada Remaja
Depresi dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi penderita yang mengalaminya seperti terganggunya fungsi sosial, fungsi pekerjaan, sekolah, mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, bahkan hingga tindakan bunuh diri seperti yang dialami Riska. Namun untungnya tindakan bunuh diri yang ia lakukan dapat segera dicegah.
Remaja yang depresi hanya mengurung diri di kamar, kehilangan rasa percaya diri, kehilangan semangat hidup, kreativitas, antusiame, dan optimisme. Mereka juga tidak mau berbicara dan berjumpa dengan orang-orang, berpikir yang negative tentang diri sendiri dan tentang orang lain, sehingga hidup terasa sangat berat dan melihat masalah lebih besar dari dirinya. Remaja jadi pesimis memandang hidupnya, mereka seakan hilang harapan, tidak ada yang bisa memahami dirinya dan sebagainya.
Solusi Untuk Mengatasi Depresi
Seseorang yang semakin lama mengalami depresi, semakin lemah daya tahan mentalnya, energinya dan semangatnya terkuras habis, semakin terdistorsi pola pikirnya, sehingga dia tidak bisa melihat alternative solusi, tidak bisa melihat ke depan, seperti tidak mempunyai harapan. Dan inilah yang menyebabkan remaja melihat bahwa bunuh diri menjadi solusi satu-satunya.
Untuk mengatasi depresi, solusi yang baik adalah dilakukannya psikoterapi, karena dengan psikoterapi remaja dibantu untuk menemukan akar permasalahnnya dan melihat potret diri secara lebih obyektif. Selain itu, psikoterapi ini juga ditujukan untuk untuk membangun pola pikir yang positif, rasional, dan membangun strategi adaptasi yang sehat dalam menghadapi masalah. Keterbukaan remaja dalam mengemukakan masalah yang dihadapinya akan sangat membantu proses penyembuhan dirinya.
Terdapat beberapa metode terapi yang dapat dilakukan bagi remaja yang mengalami depresi, yaitu :
1. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
CBT digunakan untuk memeperbaiki distorsi kognitif dalam memandang diri dan masa depan sehinmgga akan memunculkan suatu kekuatan dari dalam dirinya bahwa dirinya mampu untuk mengatasi masalah tersebut.
2. Psychodinamic Psychotherapy
Terapi ini digunakan untuk membantu remaja memahami, mengidentifikasi perasaan, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi konflik yang sedang dialami.
3. Interpersonal Psychotherapy
terapi ini digunakan untuk mengatasi depresi yang diosebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang menyebabkan kesedihan atau trauma, dan mengatasi kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain.
4. Terapi Supportif
Terapi suportif digunakan untuk mengurangi taraf depresi.
Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh banyak factor seperti usia remaja saat awal mngalami depresi, beratnya depresi, motivasi, kualitas terapi, dukungan orangtua, dan kondisi keluarga. Maksudnya adalah apakah orangtua juga menderita depresi atau tidak, kemudian ada tidaknya konflik dengan keluarga, atau apakah kehidupan yang dijalani penuh stress atau tidak, dan sebagainya.
Selain itu, terapi keluarga juga diperlukan untuk mendukung kesembuhan remaja penderita depresi. Mengapa terapi ini diperlukan? Karena dalam terapi ini, keluarga remaja yang depresi ikut mendiskusikan bagaimana cara yang terbaik untuk mengurangi sikap saling menyalahkan, orangtua remaja juga diberi tahu seluk beluk kondisi anaknya yang depresi sehingga diharapkan orangtua dan anggota keluarganya akan membantu dalam mengidentifikasi gejala-gejala depresi anaknya dan menciptakan hubungan yang lebih sehat.
Masukan Bagi Orangtua
Menjadi orang tua dari seorang remaja merupakan suatu tantangan tersendiri. Beberapa teknik komunikasi akan sangat diperlukan dan membantu orangtua dalam membasarkan anak remaja.
• Ketika mendisiplinkan anak, tidak dengan cara menghukum dan membuatnya malu. Ganti hukuman dengan membantu anak memberikan solusi dengan cara yang baik. Hukuman dan rasa malu dapat membuat seorang remaja merasa tidak berguna.
• Biarkan anak remaja anda melakukan kesalahan. Sikap overproteksi atau orang tua yang selalu mengambil keputusan membuat remaja membuat mereka yakin bahwa mereka tidak memiliki kemampuan. Hal ini dapat membuat kepercayaan dirinya berkurang.
• Berikan ruang bagi remaja untuk ‘bernafas’. Jangan mengharapkan mereka melakukan sesuatu sama persis sesuai keinginan orang tua.
• Tidak memaksa anak untuk memiliki kegiatan dan pengalaman yang sama dengan anda sewaktu remaja dahulu.
• Jika anda mencurigai bahwa anak mengalami depresi, berikan waktu untuk mendengarkan masalahnya. Meskipun ana berfikir bahwa masalahnya bukanlah permasalahan serius. Membuka komunikasi antara orang tua dan anak merupakan hal penting, apalagi ketika anak memperlihatkan gejala menutup diri.
• Luangkan waktu untuk mendengarkan masalah mereka tanpa kritikan ataupun menghakimi.
• Jangan pula meremehkan apa yang mereka rasakan, kadang remaja mempunyai reaksi yang berlebihan terhadap suatu masalah tetapi sebaiknya orang tua coba mengerti bahwa apa yang mereka rasakan benar terjadi.
• Kadang remaja tidak mencari saran ataupun solusi atas masalah mereka, lebih kepada dukungan dan penerimaan saja, jadi apapun yang terjadi yakinkan sang remaja bahwa anda akan selalu mendampingi dan membantu mereka kapanpun diperlukan
• Begitu sang remaja merasa siap untuk menyampaikan masalah mereka, jangan potong dengan interupsi ataupun berusaha mengatur, dengarkan saja cerita mereka.